Contoh Kasus Care, Empathy, dan Altruism dalam Keperawatan

Standar

Image

Contoh Kasus Care

  1. Perawat masuk ke kamar klien, beri salam hangat kepada klien sambil menyentuh pundak klien, lakukan kontak mata, duduk beberapa menit, dan tanyakan tentang apa yang menjadi pikiran dan perhatian klien, dengarkan cerita klien, lihat cairan intravena (IV) yang tergantung, kaji klien beberapa saat, dan kemudian periksa rangkuman tanda vital klien dalam layar komputer sebelum meninggalkan ruangan.

Contoh di atas menunjukkan perilaku perawat yang lembut, sejalan dengan kontak mata, keperdulian terhadap masalah klien, dan hubungan fisik mengekspresikan fokus pada individu merupakan pendekatan yang nyaman.

2.  Perawat harus menyaikan sikap caring berdasarkan nilai-nilai kultural dan kepercayaan klien. Meskipun kebutuhan akan caring manusia bersifat universal. Sebagai contoh, menyediakan waktu untuk bersama keluarga merupakan tradisi penting  dalam keluarga di Asia dibanding kehadiran perawat. Menggunakan sentuhan untuk mengungkapkan caring terkadang bertentangan dengan kultur. Kadang-kadang pemberi layanan yang sama gender atau keluarga klien perlu melakukan pelayanan melalui sentuhan. Sewaktu sedang mengdengarkan klien, beberapa kultur menganggap melakukan kontak mata sebagai perilaku yang tidak sopan.

Saran untuk Praktik:

  • Ketahui kultur klien sebelum melakukan praktik caring
  • Ketahui tradisi kultural klien tentang pelayanan kematian. Dalam beberapa kultur mengatakan bahwaa klien dalam keadaan sekarat adalah suatu hal yang sensitif.
  • Mencari adakah anggota keluarga klien atau kelompok kultur yang merupakan sumber daya praktik caring melalui sentuhan dan kehadiran.
  • Menjelaskan kebutuhan akan pemberi layanan dengan gender yang sama.
  • Hindari penggunaan kata-kata yang kurang sopan karena dapat menimbulkan kesalahpahaman antara klien atau keluarga dengan pemberi layanan.

Ketahui tradisi kultural klien tentang penolakan bantuan kehidupan.

3. 10 faktor carative Watson:

  • Membentuk sistem nilai altruistik

Contoh:

Gunakan kebaikan dan kasih sayang untuk memperluas diri, persetujuan terapi dengan klien.

  • Menciptakan kepercayaan dan harapan

Contoh:

Ciptakan suatu hubungan dengan klien yang menawarkan maksud dan petunjuk saat mencari arti dari suatu penyakit.

  • Meningkatkan rasa sensitif terhadap diri sendiri dan sesama

Contoh:

Belajar menerima keberadaan diri sendiri dan orang lain, perawat yang caring berkembang menjadi perawat yang perwujudan diri.

  • Membangun pertolongan dan kepercayaan, hubungan caring manusia

Contoh:

Belajar membangun dan mendukung pertolongan dan kepercayaan, hubungan caring yang asli melalui komunikasi yang efektif dengan klien.

  • Mempromosikan dan mengungkapkan perasaan positif dan negatif

Contoh:

Mendukung dan menerima perasaan klien. Dalam berhubungan dengan klien, tunjukkan kesiapan mengambil risiko.

  • Menggunakan proses caring yang kreatif dalam penyelesaian masalah

Contoh:

Menerapkan proses keperawatan secara sistematis, membuat keputusan pemecahan masalah secara ilmiah dalam menyelenggarakan pelayanan berfokus pada klien.

  • Mempromosikan transpersonal belajar dan mengajar

Contoh:

Belajar bersama saat mengajarkan klien mendapatkan keterampilan perawatan diri. Klien mempunyai tanggung jawab untuk belajar.

  • Menyediakan dukungan, perlindungan, dan perbaikan suasana mental, fisik, dan spiritual

Contoh:

Membuat pemulihan suasana pada semua tingkatan, fisik maupun non fisik. Meningkatkan kebersamaan, keindahan, kenyamanan, lepercayaan, dan kedamaian.

  • Mendapatkan kebutuhan manusia

Contoh:

Membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan caring yang disengaja dan disadari.

  • Mengizinkan adanya kekuatan-kekuatan fenomena yang bersifat spiritual

Contoh:

Mengizinkan kekuatan spiritual untuk memberikan pengertian yang lebih baik tentang diri perawat dan klien.

Contoh Kasus Empathy

1.  Di Rumah Sakit Harapan Sehat, ada seorang pasien dengan keadan kritis, semua keluarga berkumpul dengan penuh kecemasan, di sisi lain dokter menyatakan bahwa pasien tidak memiliki harapan hidup lagi jika kakinya tidak diamputasi. Suasana sedih pun menyelimuti keluarga pasien, ibu pasien menangis histeris, seakan tidak percaya bahwa anaknya harus diamputasi. Sesaat kemudian perawat memeriksa keadaan pasien dan mengatakan bahwa “Saya mengerti perasaan ibu sekang, tapi mau bagaimana lagi bu ya sudah amputasi saja, ini semua demi kebaikan anak ibu, dan yang paling penting anak ibu masih bisa diselamatkan.” Kesedihan semakin bertambah pasca lontaran yang diucapkan perawat tersebut. Pasien semakin gelisah dan melemah.

Dari contoh kasus diatas, sudah sepatutnya kita sebagai perawat menunjukkan sikap empati pada keluarga dan pasien. Sikap empati sendiri pada dasarnya ikut mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain.

Contoh Kasus Altruism

Hal yang mendasari dilakukannya perilaku altruistik menurut Myer (1996) adalah:

1. Social–exchange

Pada teori ini, tindakan menolong dapat dijelaskan dengan adanya pertukaran sosial–timbal balik (imbalan). Altruisme menjelaskan bahwa imbalan yang memotivasi adalah inner-reward (distress). Contohnya adalah kepuasan untuk menolong atau keadaan yang menyulitkan (rasa bersalah) untuk menolong.

2. Social Norms

Alasan menolong orang lain salah satunya karena didasari oleh ”sesuatu” yang mengatakan pada kita untuk ”harus” menolong. ”Sesuatu” tersebut adalah norma sosial. Pada altruisme, norma sosial tersebut dapat dijelaskan dengan adanya social responsibility. Adanya tanggung jawab sosial, dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan menolong karena dibutuhkan dan tanpa mengharapkan imbalan di masa yang akan datang.

3. Evolutionary Psychology

Pada teori ini, dijelaskan bahwa pokok dari kehidupan adalah mempertahankan keturunan. Tingkah laku altruisme dapat muncul (dengan mudah) apabila ”orang lain” yang akan disejahterakan merupakan orang yang sama (satu karakteristik). Contohnya: seseorang menolong orang yang sama persis dengan dirinya (keluarga, tetangga, dan sebagainya).

Perawat harus menghargai kepentingan orang di atas kepentingan diri sendiri. Perawat mempunyai sifat kemanusiaan terhadap sesama, untuk mampu memberikan perawatan yang berkualitas, maka diperlukan lima langkah sebagai berikut (Dwidiyanti, 2007):

1. Perawat seharusnya mengerti apa yang akan terjadi

Perawat mengkaji pasien dan memahami bahwa pengetahuan dan pengalamannya tidak boleh mempengaruhi keismpulan yang dibuat untuk pasien, untuk itu perawat harus mempersiapkan diri dengan baik kalau akan mengkaji pasien, artinya perawat mengetahui kelebihan dan kekurangannya sebagai perawat.

2. Perawat mengetahui kata hatinya

Kata hati atau nurani merupakan bagian yang sangat penting dalam memahami situasi/kondisi atau masalah yang sedang dialami pasien. Dengan nurani atau hati perawat mampu mengerti secara keseluruhan masalah yang sebenarnya terjadi pada pasien.

3. Perawat mengetahui ilmunya

Perawat bergerak dari nurani ke analisa data yang memerlukan ilmu, karena data harus dibandingkan dan diinterpretasi yang akan menghasilkan masalah pasien dengan tepat.

4. Perawat mengetahui bagaimana mensintesa pengetahuan untuk memahami pasien

Perawat seharusnya mengetahui mengapa masalah itu terjadi, dan mampu menghubungkan kondisi atau fenomena satu dengan yang lain. Sehingga perawat mempunyai cara pandang yang luas tentang masalah pasien.

5. Kesukesan perawat adalah datang dari hal-hal yang kadang tidak mungkin.

Keberhasilan perawat dalam melakukan pendekatan terhadap pasien terkadang dapat dilakukan dengan melakukan hal-hal yang sepele seperti memberi salam, menanyakan kabar dan sebagainya.

Referensi:

Potter&Perry, (2005) Fundamental Keperawatan. Buku 1. Edisi 7. Jakarta.

http://arieseptia.blogspot.com/2012/10/medical-nursing-errors.html

http://hijirwirastia.blogspot.com/2012/12/altruisme.html

Contoh dan Kasus Care, Empathy, Altruism

Standar

Image

Contoh Kasus Care

1.  Perawat masuk ke kamar klien, beri salam hangat kepada klien sambil menyentuh pundak klien, lakukan kontak mata, duduk beberapa menit, dan tanyakan tentang apa yang menjadi pikiran dan perhatian klien, dengarkan cerita klien, lihat cairan intravena (IV) yang tergantung, kaji klien beberapa saat, dan kemudian periksa rangkuman tanda vital klien dalam layar komputer sebelum meninggalkan ruangan.

Contoh di atas menunjukkan perilaku perawat yang lembut, sejalan dengan kontak mata, keperdulian terhadap masalah klien, dan hubungan fisik mengekspresikan fokus pada individu merupakan pendekatan yang nyaman.

2.  Perawat harus menyaikan sikap caring berdasarkan nilai-nilai kultural dan kepercayaan klien. Meskipun kebutuhan akan caring manusia bersifat universal. Sebagai contoh, menyediakan waktu untuk bersama keluarga merupakan tradisi penting  dalam keluarga di Asia dibanding kehadiran perawat. Menggunakan sentuhan untuk mengungkapkan caring terkadang bertentangan dengan kultur. Kadang-kadang pemberi layanan yang sama gender atau keluarga klien perlu melakukan pelayanan melalui sentuhan. Sewaktu sedang mengdengarkan klien, beberapa kultur menganggap melakukan kontak mata sebagai perilaku yang tidak sopan.

Saran untuk Praktik:

  • Ketahui kultur klien sebelum melakukan praktik caring
  • Ketahui tradisi kultural klien tentang pelayanan kematian. Dalam beberapa kultur mengatakan bahwaa klien dalam keadaan sekarat adalah suatu hal yang sensitif.
  • Mencari adakah anggota keluarga klien atau kelompok kultur yang merupakan sumber daya praktik caring melalui sentuhan dan kehadiran.
  • Menjelaskan kebutuhan akan pemberi layanan dengan gender yang sama.
  • Hindari penggunaan kata-kata yang kurang sopan karena dapat menimbulkan kesalahpahaman antara klien atau keluarga dengan pemberi layanan.
  • Ketahui tradisi kultural klien tentang penolakan bantuan kehidupan

3.  10 faktor carative Watson:

  • Membentuk sistem nilai altruistik

Contoh:

Gunakan kebaikan dan kasih sayang untuk memperluas diri, persetujuan terapi dengan klien.

  • Menciptakan kepercayaan dan harapan

Contoh:

Ciptakan suatu hubungan dengan klien yang menawarkan maksud dan petunjuk saat mencari arti dari suatu penyakit.

  • Meningkatkan rasa sensitif terhadap diri sendiri dan sesama

Contoh:

Belajar menerima keberadaan diri sendiri dan orang lain, perawat yang caring berkembang menjadi perawat yang perwujudan diri.

  • Membangun pertolongan dan kepercayaan, hubungan caring manusia

Contoh:

Belajar membangun dan mendukung pertolongan dan kepercayaan, hubungan caring yang asli melalui komunikasi yang efektif dengan klien.

  • Mempromosikan dan mengungkapkan perasaan positif dan negatif

Contoh:

Mendukung dan menerima perasaan klien. Dalam berhubungan dengan klien, tunjukkan kesiapan mengambil risiko.

  • Menggunakan proses caring yang kreatif dalam penyelesaian masalah

Contoh:

Menerapkan proses keperawatan secara sistematis, membuat keputusan pemecahan masalah secara ilmiah dalam menyelenggarakan pelayanan berfokus pada klien.

  • Mempromosikan transpersonal belajar dan mengajar

Contoh:

Belajar bersama saat mengajarkan klien mendapatkan keterampilan perawatan diri. Klien mempunyai tanggung jawab untuk belajar.

  • Menyediakan dukungan, perlindungan, dan perbaikan suasana mental, fisik, dan spiritual

Contoh:

Membuat pemulihan suasana pada semua tingkatan, fisik maupun non fisik. Meningkatkan kebersamaan, keindahan, kenyamanan, lepercayaan, dan kedamaian.

  • Mendapatkan kebutuhan manusia

Contoh:

Membantu klien mendapatkan kebutuhan dasar dengan caring yang disengaja dan disadari.

  • Mengizinkan adanya kekuatan-kekuatan fenomena yang bersifat spiritual

Contoh:

Mengizinkan kekuatan spiritual untuk memberikan pengertian yang lebih baik tentang diri perawat dan klien.

Contoh Kasus Empathy

1.  Di Rumah Sakit Harapan Sehat, ada seorang pasien dengan keadan kritis, semua keluarga berkumpul dengan penuh kecemasan, di sisi lain dokter menyatakan bahwa pasien tidak memiliki harapan hidup lagi jika kakinya tidak diamputasi. Suasana sedih pun menyelimuti keluarga pasien, ibu pasien menangis histeris, seakan tidak percaya bahwa anaknya harus diamputasi. Sesaat kemudian perawat memeriksa keadaan pasien dan mengatakan bahwa “Saya mengerti perasaan ibu sekang, tapi mau bagaimana lagi bu ya sudah amputasi saja, ini semua demi kebaikan anak ibu, dan yang paling penting anak ibu masih bisa diselamatkan.” Kesedihan semakin bertambah pasca lontaran yang diucapkan perawat tersebut. Pasien semakin gelisah dan melemah.

Dari contoh kasus diatas, sudah sepatutnya kita sebagai perawat menunjukkan sikap empati pada keluarga dan pasien. Sikap empati sendiri pada dasarnya ikut mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain.

Contoh Kasus Altruism

Hal yang mendasari dilakukannya perilaku altruistik menurut Myer (1996) adalah:

1. Social–exchange

Pada teori ini, tindakan menolong dapat dijelaskan dengan adanya pertukaran sosial–timbal balik (imbalan). Altruisme menjelaskan bahwa imbalan yang memotivasi adalah inner-reward (distress). Contohnya adalah kepuasan untuk menolong atau keadaan yang menyulitkan (rasa bersalah) untuk menolong.

2. Social Norms

Alasan menolong orang lain salah satunya karena didasari oleh ”sesuatu” yang mengatakan pada kita untuk ”harus” menolong. ”Sesuatu” tersebut adalah norma sosial. Pada altruisme, norma sosial tersebut dapat dijelaskan dengan adanya social responsibility. Adanya tanggung jawab sosial, dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan menolong karena dibutuhkan dan tanpa mengharapkan imbalan di masa yang akan datang.

3. Evolutionary Psychology

Pada teori ini, dijelaskan bahwa pokok dari kehidupan adalah mempertahankan keturunan. Tingkah laku altruisme dapat muncul (dengan mudah) apabila ”orang lain” yang akan disejahterakan merupakan orang yang sama (satu karakteristik). Contohnya: seseorang menolong orang yang sama persis dengan dirinya (keluarga, tetangga, dan sebagainya).

Perawat harus menghargai kepentingan orang di atas kepentingan diri sendiri. Perawat mempunyai sifat kemanusiaan terhadap sesama, untuk mampu memberikan perawatan yang berkualitas, maka diperlukan lima langkah sebagai berikut (Dwidiyanti, 2007):

1. Perawat seharusnya mengerti apa yang akan terjadi

Perawat mengkaji pasien dan memahami bahwa pengetahuan dan pengalamannya tidak boleh mempengaruhi keismpulan yang dibuat untuk pasien, untuk itu perawat harus mempersiapkan diri dengan baik kalau akan mengkaji pasien, artinya perawat mengetahui kelebihan dan kekurangannya sebagai perawat.

2. Perawat mengetahui kata hatinya

Kata hati atau nurani merupakan bagian yang sangat penting dalam memahami situasi/kondisi atau masalah yang sedang dialami pasien. Dengan nurani atau hati perawat mampu mengerti secara keseluruhan masalah yang sebenarnya terjadi pada pasien.

3. Perawat mengetahui ilmunya

Perawat bergerak dari nurani ke analisa data yang memerlukan ilmu, karena data harus dibandingkan dan diinterpretasi yang akan menghasilkan masalah pasien dengan tepat.

4. Perawat mengetahui bagaimana mensintesa pengetahuan untuk memahami pasien

Perawat seharusnya mengetahui mengapa masalah itu terjadi, dan mampu menghubungkan kondisi atau fenomena satu dengan yang lain. Sehingga perawat mempunyai cara pandang yang luas tentang masalah pasien.

5. Kesukesan perawat adalah datang dari hal-hal yang kadang tidak mungkin.

Keberhasilan perawat dalam melakukan pendekatan terhadap pasien terkadang dapat dilakukan dengan melakukan hal-hal yang sepele seperti memberi salam, menanyakan kabar dan sebagainya.

Referensi:

Potter&Perry, (2005) Fundamental Keperawatan. Buku 1. Edisi 7. Jakarta.

http://arieseptia.blogspot.com/2012/10/medical-nursing-errors.html

http://hijirwirastia.blogspot.com/2012/12/altruisme.html

Tata Nilai Perawat: Altruism

Sampingan

Image

Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika. Beberapa aliran filsafat, seperti Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.Lawan dari altruisme adalah egoisme. Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme, dsb).

Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan. Konsep ini telah ada sejak lama dalam sejarah pemikiran filsafat dan etika, dan akhir-akhir ini menjadi topik dalam psikologi (terutama psikologi evolusioner), sosiologi, biologi, dan etologi.

Istilah “altruisme” juga dapat merujuk pada suatu doktrin etis yang mengklaim bahwa individu-individu secara moral berkewajiban untuk dimanfaatkan bagi orang lain.Konsep ini memiliki sejarah panjang dalam filosofis dan etika berpikir. Istilah ini awalnya diciptakan oleh pendiri sosiologi dan filsuf ilmu pengetahuan, Auguste Comte, dan telah menjadi topik utama bagi psikolog

Altruism menurut beberapa ahli:

1. Walstern dan Piliavin (Deaux, 1976)

Perilaku altruistik adalah perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan tindakan tersebut bersifat sukarela dan tidak berdasarkan norma–norma tertentu, tindakan tersebut juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan waktu, usaha, uang dan tidak ada imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan.

2. Sears, dkk (1994)

Altruisme adalah tindakan suka rela yang dilakukan oleh seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun, kecuali mungkin perasaan telah melakukan perbuatan baik.

3. Macaulay dan Berkowitz (1970)

Altruisme adalah tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga sebagai tindakan tanpa pamrih. Altruisme dapat juga didefinisikan tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong.

4. Batson (1991)

Altruisme adalah keadaan motivasional seseorang yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

5. Baston (2002)

Altruisme adalah respon yang menimbulkan positive feeling, seperti empati. Seseorang yang altruism memiliki motivasi altruistik, keinginan untuk selalu menolong orang lain. Motivasi altuistik tersebut muncul karena ada alas an internal di dalam dirinya yang menimbulkan positive feeling sehingga dapat memunculkan tindakan untuk menolong orang lain. Dua alasan internal tersebut tidak akan memunculkan egoistic motivation (egocentrism).

Bisa disimpulkan bahwa altruism yaitu peduli bagi kesejahteraan orang lain. Sikap yang ditunjukkan meliputi: caring, commitment, compassion, generosity, perseverence, dll. Perawat akan memberikan perawatan penuh saat merawat klien, membantu orang lain atau perawat lain dalam memberikan asuhan keperawatan bila mereka tidak dapat melakukan, menunjukkan kepedulian terhadap isu dan kecenderungan sosial yang berdampak terhadap asuhan kesehatan.

Pada altruisme salah satu yang penting adalah sifat empati atau merasakan perasaan orang lain di sekitar kita. Beberapa ahli mengatakan bahwa altruisme merupakan bagian “sifat manusia” yang ditentukan secara genetika, karena keputusan untuk memberikan pertolongan melibatkan proses kongnisi sosial komplek dalam mengambil keputusan yang rasional (Latane & Darley, Schwartz, dalam Sears, 1991).

Perawat yang memiliki nilai yang baik pasti akan menggali metode dan keterampilan yang diperlukan untuk memberdayakan asuhan yang efektif (Bishof & Scudder, 1990). Mereka menunjukkan kepedulian terhadap klien dengan mendukung dan menguatkan klien, sehingga klien dapat sembuh dari sakitnya, dapat mengatasi kelemahannya, dan hidup lebih sehat. Mereka peduli dengan kesejahteraan klien. Kehadiran kepedulian seringkali membantu proses penyembuhan (Bishof & Scudder, 1990).

Referensi:

PDF Tingkah Laku Profesional

http://ppnimks.files.wordpress.com/2012/03/ppni-provinsi.pdf

Potter & Perry (2005). Fundamental of nursing: Concep, Process and Practice. Jakarta.

Tata Nilai Perawat: Empathy

Standar

Image

Empati merupakan perasaan “pemahaman” dan “penerimaan” perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan “dunia pribadi klien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif, dan tidak dibuat-buat (objektif) didasarkan atas apa yang dialami orang lain.

Menurut KBBI, empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Menurut Bullmer, empati adalah suatu  proses ketika seseorang merasakan perasaan orang lain dan menangkap arti perasaan itu, kemudian mengkomunikasikannya dengan kepekaan sedemikian rupa hingga menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh mengerti perasaan orang itu. Bullmer menganggap empati lebih merupakan pemahaman terhadap orang lain ketimbang suatu diagnosis dan evaluasi terhadap orang lain. Empati menekankan kebersamaan dengan orang lain lebih daripada sekadar hubungan yang menempatkan orang lain sebagai obyek manipulatif.

Taylor menyatakan bahwa empati merupakan faktor esensial untuk membangun hubungan yang saling memercayai. Ia memandang empati sebagai usaha menyelam ke dalam perasaan orang lain untuk merasakan dan menangkap makna perasaan itu. Empati memberikan sumbangan guna terciptanya hubungan yang saling memercayai karena empati mengkomunikasikan sikap penerimaan dan pengertian terhadap perasaan orang lain secara tepat.

Sedangkan Alfred Adler menyebut empati sebagai penerimaan terhadap perasaan orang lain dan meletakkan diri kita pada tempat orang itu. Empathy berarti to feel in, berdiri sebentar pada sepatu orang lain untuk merasakan betapa dalamnya perasaan orang itu.

Senada dengan Adler, Tubesing memandang empati merupakan identifikasi sementara terhadap sebagian atau sekurang-kurangnya satu segi dari pengalaman orang lain. Berempati tidak melenyapkan kedirian kita. Perasaan kita sendiri takkan hilang ketika kita mengembangkan kemampuan untuk menerima pula perasaan orang lain yang juga tetap menjadi milik orang itu. Menerima diri orang lain pun tidak identik dengan menyetujui perilakunya. Meskipun demikian, empati menghindarkan tekanan, pengadilan, pemberian nasihat apalagi keputusan. Dalam berempati, kita berusaha mengerti bagaimana orang lain merasakan perasaan tertentu dan mendengarkan bukan sekadar perkataannya melainkan tentang hidup pribadinya: siapa dia dan bagaimana dia merasakan dirinya dan dunianya.

Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecenderungan berpikir atau merasakan apa yang sedang dirasakan oleh klien. Karenanya, simpati lebih bersifat subjektif dengan melihat “dunia orang lain” untuk mencegah perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang sedang dialami seseorang. Sedangkan empati cenderung bergantung pada kesamaan pengalaman di antara orang yang terlibat komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri pada klien, misalnya, jika dia mempunyai pengalaman yang sama tentang nyeri. Karena hal ini sulit dilakukan, kecuali karena adanya keseragaman atau kesamaan pengalaman. Perawat terkadang sulit untuk berperilaku empati pada semua situasi. Namun demikian, empati bisa dikatakan sebagai “kunci” sukses dalam berkomunikasi dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang dirasakan klien.

Sebagai “perawat empatik”, perawat harus berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami klien. Pada kondisi seperti ini, empati dapat diekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang perawat pikirkan tentang klien, dan memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami pasien.

Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive judgement) tentang seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi lebih sensitif dan ikhlas.

Ada empat karateristik perawat yang mampu bersikap empati (Wiseman,1996) yaitu :

  1. Kemampuan melihat permasalahan dari kacamata klien.
  2. Tidak bersikap menghakimi, menyalahkan, atau menghina.
  3. Kemampuan untuk mengerti perasaan orang lain.
  4. Kemapuan mengkomunikasikan pengertian terhadap permasalahan klien.

Wheeler dan Wolberg yang dikutip oleh Stuart Sundeen (1998) membagi empati dalam 2 tipe, yaitu:

1.Empati Dasar (Basic Empathy)

Merupakan respon alamiah dari seseorang untuk mengerti orang lain.Contoh empati dasar misalnya ketika ada anak kecil menangis, secara spontan seseorang akan bertanya,”Ada apa nak? Kenapa menangis?” sambil mengusap kepala anak itu.

2.Empati Terlatih (Trained Empathy/Clinical Empathy/Profesional Empathy)

Merupakan kemampuan berempati yang diperoleh setelah melalui training dalam rangka menolong orang lain. Seorang perawat yang telah belajar komunikasi terapeutik atau telah memperoleh pelatihan tentang empati tentu akan mampu berempati secara tepat pada setiap keadaan kliennya. Misalnya ketika klien menangis menceritakan tentang kesedihannya ditinggal oleh suaminya, perawat duduk diam mendengarkan keluhan, kesedihan atau pengingkaran klien sambil mengusap-usapkan punggung klien dengan lembut.

Kemampuan empati terkadang memang tidak dapat langsung muncul dari diri seorang perawat begitu saja, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan empati, yaitu:

1. Peduli, perhatian dari perawat kepada pasiennya, sejauh mana komunikasi dapat terbentuk sehingga pasien dapat merasa nyaman karena diperhatikan.

2. Berguru, dengan belajar kepada mereka yang telah nyata dianggap memiliki kemampuan empati yang tinggi, misalnya seorang rohaniawan, psikolog, maupun dokter di rumah sakit perawat tersebut mengabdi.

3. Berlatih, sepandai dan sepintar apapun kalau tidak  pernah berlatih maka akan kalah dengan mereka yang masih pemula tetapi rutin untuk rajin berlatih mengasah kemampuan empatinya.

4. Berbagi pengalaman, ingatlah bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik dan melalui pengalaman kita dapat menjadi bijaksana. Dengan berbagi pengalaman sesama rekan kerja maka diharapkan perawat akan lebih tangguh dan hebat.

Dengan begitu, maka perawat dapat meningkatkan kemampuan empatinya agar dapat lebih mengerti, memahami, dan menghayati tidak hanya kondisi fisik namun juga kondisi psikis pasien karena pada dasarnya pasien yang datang untuk berobat ke rumah sakit tentunya dengan tujuan memulihkan kondisi fisiknya yang sakit, padahal apabila kondisi fisik seseorang mengalami suatu keadaan sakit, maka akan mempengaruhi kondisi psikisnya, biasanya pasien akan lebih labil emosinya. Tenaga kesehatan khususnya perawat harus peka dengan keadaan seperti ini, perawat tidak hanya menangani kondisi fisik dari pasien tetapi kondisi psikisnya juga, dengan berempati kepada pasien maka diharapkan pasien dapat sembuh lebih cepat.

Dengan kemampuan empati maka perawat memiliki kemampuan untuk menghayati perasaan pasien. Kemampuan empati seorang perawat dipengaruhi oleh kondisi perawat itu sendiri. Perawat perlu menjaga kondisi kesehatan fisik dan psikis, karena keduanya saling mempengaruhi satu sama lain.

Referensi:

Potter&Perry, (2005) Fundamental Keperawatan.

Tata Nilai Perawat: Caring

Gambar

Gambar

 

Caring merupakan sentral praktik keperawatan yang mempengaruhi cara berpikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Sejak Florence Nightingale, perawat harus mempelajari pelayanan dari berbagai filosofi dan persepsi etik sehingga sejumlah ahli keperawatan membuat teori caring karena penting dalam prinsip keperawatan.

Patricia Beener (1984), Beener, dan Wrubel (1989) menjelaskan bahwa inti dari praktik keperawatan yang baik adalah caring. Ini berarti bahwa seseorang, kejadian, rencana, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan banyak orang.

Caring sebagai bentuk dasar dari praktik keperawatan di mana perawat membantu klien pulih dari sakitnya, memberikan penjelasan tentang penyakitnya, dan membangun hubungan antara klien dengan perawat. Caring bersifat khusus dan bergantung pada hubungan perawat dengan klien. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki perawat, biasanya perawat telah mengerti bahwa caring membantu mereka untuk fokus pada klien yang mereka layani. Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, membuat perawat mengetahui masalah klien, mencari, dan melakukan solusi.

Biasanya klien dan keluarga mengharapkan kualitas hubungan yang baik dari perawat. Akan tetapi, kebanyakan percakapan yang terjadi antara klien dan perawat sangat singkat dan tidak menggambarkan adanya suatu hubungan. Teori Watson (1979, 1988) adalah teori model holistik keperawatan yang menyebutkan bahwa tujuan caring adalah untuk mendukung proses penyembuhan secara total (Hoover, 2002).

Dalam caring, perawat dan klien masuk dalam suatu hubungan yang tidak hanya sekedar seseorang “melakukan tugas untuk” yang lainnya. Ada hubungan memberi dan menerima yang terbentuk sebagai awal dari saling mengenal dan peduli antara perawat dan klien.

Teori caring Swanson (1991) menyajikan permulaan yang baik untuk memahami kebiasan dan proses karakteristik keperawatan. Mengenali kebiasaan perawat yang dirasakan klien sebagai caring menegaskan aoa yang klien harapkan dari pemberi layanan. Klien kemudian menilai efektivitas perawat dalam melaksanakan tugasnya, tetapi klien menilai pengaruh dimensi pelayanan keperawatan (Williams, 1997). Menjadikan kehadiran yang menentramkan, mengenali individu sebagai suatu yang unik, dan menjaga kebersamaan dan perhatian yang penuh kepada klien merupakan sikap layanan keperawatan yang dinilai klien.

Saat perawat memulai praktik klinik, penting untuk mengetahui bagaimana klien menerima caring dan pendekatan apa yang paling baik untuk menyelenggarakan pelayanan. Hal ini sangat penting karena klien dan perawat memiliki persepsi yang berbeda tentang caring (Mayer, 1987; Wolf, Miller, dan Devide, 2003). Sebagai contoh, perawat A mempunyai klien yang takut untuk dipasang kateter intravena, dan perawat A adalah orang yang belum terampil dalam memasukkan kateter intravena. Perawat A pun memutuskan bahwa klien akan lebih diuntungkan jika dibantu oleh perawat B yang sudah terampil daripada memberikan penjelasan prosedur untuk mengurangi kecemasan. Dengan mengetahui siapa klien, dapat membantu perawat dalam memilih pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.

Sikap keperawatan yang berhubungan dengan caring, yaitu:

  1. Kehadiran

Kehadiran adalah suatu pertemuan orang dengan orang yang merupakan sarana untuk lebih mendekatkan dan menyampaikan manfaat caring. Jenis kehadiran merupakan sesuatu yang ditawarkan perawat kepada klien dengan maksud untuk mendapatkan dukungan, kenyamanan, atau dorongan, mengurangi intensitas perasaan yang tidak diinginkan, atau untuk menenangkan hati (Fareed, 1996; Pederson 1993).

Melalui kehadiran, kontak mata, bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan, serta memiliki sikap positif dan bersemangat yang dilakukan perawat, akan membentuk suatu hubungan keterbukaan dan saling mengerti. Pesan ini menyampaikan bahwa pengalaman seseorang berarti untuk pelayanan orang tersebut (Swanson, 1991). Melalui pertemuan dengan klien, perawat dapat meningkatkan kemampuannya dengan belajar dari klien. Hal ini memperkuat kemampuan perawat untuk menyelenggarakan pelayanan keperawatan yang sesuai dan adekuat.

Kehadiran juga sangat penting saat klien berada dalam situasi tertekan. Menunggu laporan hasil tes dari doketer, mempersiapkan prosedur yang tak terduga, dan merencanakan pulang ke rumah setelah perawatan karena penyakit yang serius merupakan beberapa contoh kejadian dalam perjalanan penyakit seseorang yang dapat menimbulkan hal yang tidak terduga dan ketergantungan kepada penyelenggara pelayanan. Kehadiran perawat membantu menenangkan rasa cemas dan takut. Memberikan penentraman hati dan penjelasan yang seksama tentang prosedur, tetap berada di samping klien, serta memberikan petunjuk selama menjalani prosedur, semuanya menunjukkan bahwa kehadiran sangat berarti untuk kesehatan klien.

  1. Sentuhan

Saat klien menghadapi situasi yang memalukan, menakutkan, atau menyakitkan, maka klien akan melihat perawat untuk mendapatkan bantuan. Menggunakan sentuhan merupakan salah satu cara pendekatan yang menenangkan di mana perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan.

Sentuhan caring adalah suatu bentuk komunikasi non-verbal yang dapar memengaruhi kenyamanan dan keamanan klien, meningkatkan harga diri, dan memperbaiki orientasi tentang kenyataan (Boyek dan Watson, 1994). Perawat dapat mengungkapkan jenis sentuhan ini dengan memegang tangan klien, memberikan pijatan pada punggung, menempatkan klien dengan hati-hati, atau ikut serta dalam pembicaraan. Saat menggunakan sentuhan caring,perawat membuat hubungan dengan klien dan menunjukkan penerimaan (Tommasini, 1990).

  1. Mendengarkan

Caring melibatkan interaksi interpersonal dan bukan sekedar percakapan antara dua orang. Dalam suatu hubungan pelayanan, perawat membangun kepercayaan, membuka topik pembicaraan, dan mendengarkan apa yang klien katakan. Mendengarkan merupakan kunci, karena hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan termasuk “mengerti” apa yang klien katakan, dengan memahami dan mengerti maksud klien serta memberikan respon balik terhadap lawan bicaranya (Kemper, 1992). Supaya mendengarkan menjadi efektif, pendengar perlu menenangkan dirinya untuk mendengarkan dengan keterbukaan (Fredriksson, 1999).

Dengan aktif mendengarkan, perawat mulai memahami klien dan mengetahui apa yang penting menurut mereka (Bernick, 2004). Waktu yang perawat habiskan secara efektif untuk mendengarkan berguna dalam rangka mendapatkan informasi dan memperkuat hubungan perawat dengan klien.

  1. Memahami Klien

Salah satu proses caring yang dilakukan Swanson (1991) adalah memahami klien. Konsep tersebut terdiri atas pemahaman perawat terhadap klien dan pemilihan intervensi berikutnya (Radwin, 1995). Pemahaman yang mendalam membantu perawat dalam merespon apa ang menjadi persoalan klien (Bulfin, 2005).

Hal terpenting bagi perawat pemula untuk mengenal adalah bahwa pemahaman klien bukan hanya sekedar mengumpulkan data tentang kondisi dan gejala klinis klien. Keberhasilan klien merupakan dasar hubungan yang perawat bangun. Pemahaman klien merupakan pintu gerbang pelayanan, proses sosial yang menghasilkan suatu “ikatan” di mana klien menjadi lebih mengenal perawat (Lamb dan Stempel, 1994). Ikatan tersebut selanjutnya membagi tingkatan dalam hubungan menjadi fase “bekerja” dan “berubah” sehingga perawat dapat membantu klien terlibat dalam pelayanan dan menerima bantuan saat diperlukan (Bulfin. 2005).

Referensi: Potter, Perry (2005) Fundamental Keperawatan. Buku 1. Edisi 7. Jakarta.